Respon internasional terhadap Proklamasi kemerdekaan Indonesia

Respon internasional terhadap Proklamasi kemerdekaan Indonesia

 Kompetensi Dasar

3.1  Menganalisis secara kritis respon Internasional terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia

4.1  Menyajikan secara kritis respon Internasional terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia dalam bentuk tulisan dan/atau media lain

Indikator

3.1.1        respon internasional terhadap Proklamasi kemerdekaan Indonesia

3.1.2        Menjelaskan pengakuan India terhadap kemerdekaan Indonesia

3.1.3        Menjelaskan pengakuan Australia terhadap kemerdekaan Indonesia

3.1.4        Menjelaskan peran PBB terhadap kemerdekaan Indonesia

3.1.5        Menganalisis isi hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB)

4.1.1  Membuat kajian dalam bentuk fortofolio tentang respon Internasional terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia dalam bentuk tulisan dan/atau media lain


A. Pengakuan Mesir terhadap kemerdekaan Indonesia

Pada Tahun 1945 di Bulan Agustus Tanggal 17 terdapat Sebuah Negara yang terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam telah memproklamasikan kemerdekaan bangsanya. Sebuah Negara baru muncul setelah dijajah oleh 2 negara yaitu Jepang dan Belanda. Dengan munculnya Negara baru bernama Indonesia, Di Mesir sebuah Organisasi Islam, Al- Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin Syaikh Hasan Al- Banna telah memperlihatkan respon positif terhadap kemerdekaan Indonesia. Ia menggalang opini umum lewat pemberitaan media yang memberikan kesempatan luas kepada para Mahasiswa Indonesia yang berada di Mesir untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia untuk disebarluaskan baik melalui Koran lokal ataupun acara tabligh akbar. Hal lain juga dilakukan oleh para pemuda Mesir dengan berdemo di Kedutaan Belanda di Kairo. Mereka tidak hanya menggunakan slogan atau spanduk tetapi juga melakukan pelemparan batu, aksi pembakaran, dan teriakan permusuhan terhadap Belanda. Hal ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka langsung mencopoti lambang Negara Belanda dan menurunkan Bendera Belanda yang berkibar di puncak gedung. Hal itu dilakukan agar tidak mudah dikenali oleh para demonstran. Reaksi kuat yang ditunjukkan Mesir atas kemerdekaan Indonesia itulah yang membuat Mesir pada 22 Maret 1946 mengakui kedaulatan pemerintah Indonesia. Dengan demikian Mesir menjadi satu-satunya Negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan Mesir terhadap Indonesia tidak serta merta didapatkan dengan cara yang mudah, tetapi melewati proses yang cukup panjang dan heroik. Begitu mendapatkan informasi bahwa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan ke seluruh dunia, Mesir langsung mengirimkan Konsul Jenderalnya bernama Abdul Mun’im ke Yogyakarta yang dulunya menjadi ibu kota Indonesia. Setelah Mesir mengirimkan Konsul Jenderal mereka ke Indonesia, Pengakuan Mesir terhadap Indonesia diperkuat dengan ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan antara Indonesia dengan Mesir di Kairo. Menjelang ditandatanganinya Perjanjian tersebut Duta Besar Belanda melakukan protes sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut. Menanggapi protes tersebut PM Mesir menjawabnya “Menyesal kami harus menolak protes Tuan, sebab Mesir selaku Negara berdaulat dan sebagai Negara yang berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang beragama islam. Ini adalah tradisi bangsa Mesir dan tidak dapat diabaikan. Selain dukungan yang diberikan Mesir terhadap Kemerdekaan Indonesia Liga Arab pun juga mendukung. Disebabkan Karena persaudaran sesama islam, Liga Arab mendukung dan mengakui kedaultan Indonesia. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Ir. Soekarno langsung mengirimkan delegasi Indonesia ke Mesir pada tanggal 7 April 1946 sebagai rasa terimakasih Pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah Mesir. Pengiriman Delegasi Indonesia pada tanggal tersebut menjadikan delegasi pertama yang dilakukan pemerintah RI ke luar negeri setelah merdeka.

B. Pengakuan India terhadap kemerdekaan Indonesia

Bangsa India dan bangsa Indonesia sama-sama pernah dijajah oleh bangsa asing. India dijajah oleh Inggris dan Indonesia dijajah oleh Belanda Inggris dan Jepang. Sebagai bangsa yang sama-sama menentang penjajahan, terjalin rasa yang sama, senasib, dan sependeritaan. Oleh karena itu ketika pemerintah dan rakyat India mengalami bahaya kelaparan pemerintah Indonesia menawarkan bantuan berupa padi 500.000 ton. Peristiwa tersebut terkenal dengan india rice. India rice selain untuk memberikan bantuan kepada India yang sedang dilanda kelaparan, juga merupakan cara dari pemerintah untuk mendapatkan dukungan dari negara lain.
Perjanjian bantuan Indonesia kepada India ditandatangani oleh Perdana Menteri Sjahrir dan K.L. Punjabi, wakil pemerintah India (18 Mei 1946) Kesepakatan ini sebenarnya ialah barter antara Indonesia dengan India. Hal ini terbukti dari dikirimkannya obat-obatan ke Indonesia oleh India untuk membalas bantuan Indonesia. Hal ini juga dimaksudkan untuk menembus blokade yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia.

Penyerahan padi ini dilakukan pada tanggal 20 Agustus 1946 d Probolinggo Jawa Timur, yang kemudian diangkut ke India dengan kapal laut yang disediakan oleh pemerintah India sendiri. Diplomasi beras in sebenarnya ditentang oleh Belanda, karena gaung yang ditimbulkan menyebabkan Indonesia semakin mendapat simpati dari negara lain.

Ketika Jenderal Spoor melakukan Agresi Belanda ke-II tanggal 19 Desember 1948, India merupakan salah satu negara yang mengkutuk tindakan Belanda tersebut. Reaksi keras itu diwujudkan dalam penyelenggaraan Konferensi Asia di New Delhi atas prakarsa Perdana Menteri India, Pandit Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Birma U Aung San. Konferensi ini dihadiri oleh negara-negara asia, seperti: Pakistan, Afganistan, Sri Lanka,Nepal, Libanon, Siria, dan Irak. Delegasi Afrika berasal dari Mesir dan Ethiopia. Konferensi ini juga dihadiri utusan dari Australia, sedang Indonesia dalam ini diwakili oleh Dr. Sudarsono.

Konferensi Asia di New Delhi ini dilaksanakan selama empat hari, mulai dari tanggal 20 sampai dengan tanggal 25 Januari 1949. Resolusi yang dihasilkan mengenai masalah Indonesia adalah sebagai berikut:

pengembalian pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakartapembentukan Pemerintah ad interim yang mempunyai kemerdekaan dalam politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesiapenyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat 1 Januari 1950

C. Pengakuan Australia terhadap kemerdekaan Indonesia

Sebelum 17 Agustus 1945, warga Australia mengenal wilayah kepulauan di sebelah utara benua itu dengan nama Hindia Belanda atau Netherland East Indies. Setelah proklamasi dibacakan, maka barulah Australia mengenal tetangganya dengan nama Indonesia. Segera setelah negara baru ini diproklamirkan, Australia langsung menyusun langkah-langkah untuk mengakui kedaulatan negara tetangga terdekatnya. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan Soekarno-Hatta langsung menarik perhatian dunia. Peristiwa tersebut menjadi bentuk perlawanan pertama kali dari sebuah negara jajahan yang ingin merdeka. Australia, yang saat itu bersekutu dengan Belanda, terpaksa membuat kebijakan baru soal hubungannya dengan Indonesia. Terlebih sebelumnya Australia hanya mengutamakan hubungan politik dan ekonomi dengan Inggris. Sejarah mencatat Belanda telah berulang kali mencoba melakukan agresi militer untuk merebut kembali kekuasaannya di Indonesia. Beberapa tokoh nasionalis Indonesia, termasuk yang sedang berada di Australia, mencoba melobi pemerintah Australia. Sementara di pihak Australia, untuk menunjukkan solidaritasnya, sekitar 4.000 pekerja kelautan bekerjasama dengan pelaut Indonesia melancarkan aksi pemogokan dengan menolak bongkar muat kapal-kapal yang membawa persenjataan milik Belanda. Pada 1945, Sutan Sjahrir pernah memberikan pidato untuk warga Australia. Sjahrir menyatakan Australia sebagai 'teman', dengan merujuk pada pengalaman kedua negara dalam perang Pasifik melawan Jepang. Sjahrir juga mengakui kesuksesan Australia yang berhasil memukul mundur pasukan Jepang dari sejumlah kawasan di Pasifik. Dalam pidatonya, Sjahrir juga berjanji Indonesia yang merdeka akan selalu membantu membela kedaulatan Australia. Inilah, yang menurut saksi sejarah Joe Isaac sebagai tonggak awal hubungan antara Indonesia dan Australia. Professor Joe Isaac pernah menjadi asisten pribadi William Macmahon Ball, seorang dosen senior ilmu politik di Universitas of Melbourne. Pasca-proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Macmahon Ball dipercaya memimpin delegasi Australia ke Indonesia. Joe yang saat itu menjadi asisten dosen di jurusan ekonomi Universitas of Melbourne terpilih mendampingi Macmahon Bell karena bisa berbahasa Belanda dan Indonesia. Joe juga pernah menulis hubungan perdagangan Australia dan Hindia Belanda untuk tesisnya. "Delegasi Australia bertemu Soekarno dan kabinetnya, khususnya (Sutan) Sjahrir, perdana menteri saat itu, menjadi awal penting dalam hubungan diplomatik kedua negara," kata Profesor Joe. Salah satu permintaan yang diajukan PM Sjahrir adalah meminta masukan soal apa yang bisa dilakukan Australia untuk bisa menyelesaikan masalah dengan pemerintah Belanda. "Australia memiliki peranan penting untuk memfasilitasi konsiliasi, bahkan ada permintaan untuk membantu dan mengatur perdamaian disana," jelas Profesor Joe.

D. Pengakuan PBB terhadap Proklamasi kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan

Indonesia diakui oleh Belanda, melalui Konferensi Meja Bundar di Den Haag, pada tanggal 3 Agustus - 2 November 1949. Setelah pengakuan ini negara-negara Barat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengakui kemerdekaan Indonesia.

Pengakuan

kedaulatan Indonesia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa nomor 86, yang diadopsi pada tanggal 26 September 1950.

Resolusi

ini dibuat setelah PBB menemukan bahwa “Republik Indonesia adalah negara yang mencintai perdamaian yang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 4 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”.

Dengan

resolusi ini Dewan keamanan PBB merekomendasikan agar Majelis Umum PBB mengakui Republik Indonesia untuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menindak

lanjuti resolusi ini, Indonesia menjadi anggota PBB, dan Indonesia mengirim dua misi diplomatik permanen ke PBB, yaitu di di New York City, Amerika Serikat dan Jenewa, Swiss.

Misi ini

dipimpin oleh Perwakilan Tetap dan Duta Besar. Pemerintah Republik Indonesia menunjuk Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil Tetap pertama Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebelumnya LN Palar juga berperan mengajukan permintaan pengakuan kedaulatan Indonesia kepada PBB. LN Palar kemudian memimpin delegasi pertama Indonesia sebagai anggota baru PBB pada sesi Majelis Umum PBB tahun 1950.

Pertemuan Kelima


E. Menuju Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.[1] Sebelum konferensi ini, berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

F. Berunding dengan Belanda dan sikap Belanda terhadap Proklamasi kemerdekaan Indonesia

Pada bulan pertama tahun 1949 karena di desak oleh resolusi Dewan Keamanan PBB, Belanda mengadakan pendekatan-pendekatan politis. Perdana Menteri Belanda Dr. Drees mengundang Prof. Dr. Supomo salah satu anggota delegasi RI dalam perundingan lanjutan Renvilleuntuk berunding. Berdasarkan kenyataan dan penjajagan politis oleh pihak Belanda bahwa pada dasarnya pemimpin-pemimpin RI bersedia berunding, maka tanggal 26 Februari 1949 mereka mengumumkan niatnya akan melakukan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 12 Maret 1949 guna membicarakan masalah Indonesia dan merundingkan syarat-syarat “penyerahan” kedaulatan serta pembentukan Uni Indonesia-Belanda.
Pemerintah Belanda mengutus Dr. Koets sebagai Wakil Tinggi Mahkota untuk menemui Ir. Soekarno yang bersama beberapa pembesar RI lainnya ditawan di Bangka. Kedatangannya di Bangka juga untuk menjelaskan maksud pemerintah Belanda dan mengundang Ir. Soekarno untuk menghadiri konferensi di Den Haag. Isi penjelsan yang disampaikan yakni:

Pemerintah Belanda akan mengadakan KMB di Den Haag guna membahas “penyerahan” kedaulatan yang dipercepat
Penarikan pasukan-pasukan Belanda secepat-cepatnya setelah “penyerahan kekuasaan”
Tentang pengembalian pemerintahan RI ke Yogya dinyatakan bahwa hal itu tidak mungkin dilaksanakan.
Tanggal 3 Maret 1949 Presiden Soekarno mengadakan pembicaraan dengan penghubung BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) dan menegaskan akan pentingnya kedudukan pemerintahan RI. Tanggal 4 Maret 1949, Presiden Soekarno membalas undangan Wakil Tinggi Mahkota yang berisi penolakan menghadiri KMB kecuali dengan syarat yakni:
Pengembalian kekuasaan RI adalah syarat mutlak untuk memulai perundingan
Kedudukan dan kewajiban Komisi PBB untuk Indonesia dalam membantu melaksanakan resolusi PBB tidak akan terganggu.
Dari pihak BFO dikeluarkan pernyataan yang berisi pemberitahuan bahwa BFO tetap pada pendirian semula yakni:
Supaya pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta Komisi PBB untuk Indonesia agar membantu melaksanakan resolusi RI memerintahkan gencatan senjata.Dari pihak Komisi PBB akan memberikan bantuan terhadap: Tercapainya persetujuan sebagai pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Januari 1949 paragraf 1 dan 2 yakni menghentikan aksi militer oleh Belanda dan pengembalian para pemimpin RI ke Yogyakarta Menetapkan tanggal dan waktu serta syarat untuk mengadakan KMB di Den Haag agar dapat diselenggarakan seleksanya. Dengan adanya petunjuk dari Dewan Keamanan dan adanya pendekatan politis antara RI dengan Belanda maka pada tanggal 14 April 1949 atas inisiatif PBB untuk Indonesia diadakan perundingan antara RI-Belanda (Nugroho Notosusanto, 1993: 162-165). KMB berlangsung dari 23 Agustus sampai 2 November 1949. Yang menjadi ketua KMB adalah PM Belanda, Drees. KMB menghasilkan naskah-naskah hubungan antara Indonesia (RI dan BFO) dan Belanda yakni:
Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat Status Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerjasama sukarela dan sederajat RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda RIS harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942 (Moedjanto, 1988: 57-59).
Dengan keputusan itu maka Republik Indonesia (RI) menjadi satu negara bagian dalam RIS yang statusnya sama dengan negara-negara ciptaan Belanda. Pada tanggal 27 Desember 1949 di ibukota Belanda Amsterdam diadakan penyerahan kedaulatan dari Belanda yang diwakili oleh Ratu Juliana kepada Indonesia diwakili Drs Moh Hatta sebagai Ketua Delegasi RI, sedangkan di Jakarta pada hari sama dilakukan penyerahan kedaulatan itu dengan menurunkan bendera Belanda depan Istana Merdeka dan Bendera Sang Saka Merah Putih berkibar sebagai tanda kedaulatan Indonesia. Dalam upacara tersebut Belanda diwakili Wakil Mahkota Agung Lovink sedangkan Indonesia diwakili Sultan Hamangku Buwono IX.

0 Response to "Respon internasional terhadap Proklamasi kemerdekaan Indonesia"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.